TUGAS PKN
MAKALAH TENTANG MASA TRANSISI
DISUSUN OLEH :
Ø ADE PUTRI AULIA
Ø ADJIE YUDHA
Ø ATALYA ANGELA T
Ø MARIA NOVIANA H
Ø RAGIL ARDIAWAN
Ø TITO YANUAR DANA
Ø VINDAH VERJINA N
Ø WIDI DWI ASTUTI
Ø YUNITA
TAHUN AJARAN 2014/2015
Kata
Pengantar
Puji dan syukur saya haturkan kehadirat
Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan berkata dan Rahmat-Nya, sehingga saya
dapat menyelesaikan pembuatan tugas ini.
Dalam pembuatan tugas ini,
banyak kesulitan yang saya alami terutama disebabkan oleh kurangnya pengetahuan
dan sumber-sumber info yang masih terbilang terbatas. Namun berkat bimbingan
dan bantuan dari semua pihak akhirnya tugas ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini, khususnya para
rekan-rekan.Terimakasih juga tak lupa saya haturkan kepada Ibu Guru Mata
Pelajaran Sejarah yang telah memberikan saya tugas ini. Semoga tugas ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Tak ada gading yang tak
retak. Begitu pula dengan tugas yang saya buat ini yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu saya memohon maaf
apabila ada kekurangan ataupun kesalahan.Kritik dan saran sangat diharapkan
agar tugas ini menjadi lebih baik serta berdaya guna dimasa yang akan datang.
Palu , 21 Oktober 2015
Kelompok III
DAFTAR ISI
COVER………………………………………………………………………………………………………………….1
KATA
PENGANTAR ……………………………………………………………………………………………….2
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………………………………………...3
BAB I : PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
……………………………………………………………….……………………..4
B. RUMUSAN MASALAH………………………………………………………………………………….5
- TUJUAN………………………………………………………………………………………………………5
BAB II : PEMBAHASAN
A.
Proses
Pengalihan Kepala Pemerintahan dari Soeharto ke B.J. Habibie……………………………………………………………………………………………….………6
B. Kebijakan-Kebijakan Pada Masa Pemerintahan B.J.
Habibie di Era Reformasi
……………………………………………………………………………………………………….……….…6
C. Keadaan Sosial Di Masa Habibie .........................................……………………..9
D. Berakhirnya Masa Pemerintahan B.J. Habibie.....……………………….…………….10
BAB
III : PENUTUP
A.
Kesimpulan ………………………………………………………………………………………………11
B.
Saran……………………………………………………………………………………………..…………11
C. Daftar Pustaka………………………………………………………………………………………….12
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan pada
tanggal 21 Mei 1998. Sebagai salah satu penguasa terlama di dunia, dia cukup
yakin ketika ditetapkan kembali oleh MPR untuk masa jabatan yang ketujuh pada
tanggal 11 Maret 1998, segala sesuatu akan berada di bawah kontrolnya. Tetapi
dua bulan sesudah Soeharto mengambil sumpah, Rezim Orde Baru runtuh. Ketika
mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR pada tanggal 19 Mei 1998, presiden yang
sudah berumur 75 tahun ini menyaksikan legitimasinya berkurang dengan cepat dan
ia ditinggalkan seorang diri.
Soeharto yang selama 32 tahun memanipulasi
eksistensi DPR/MPR untuk mengokohkan kekuasaan, akhirnya didepak oleh lembaga
yang sama, lewat pernyataan pers tanggal 18 Mei 1998 (pukul 15.30), oleh Ketua
DPR Harmoko yang didampingi oleh Ismail Hasan Meutareum, Fatimah Achmad,
Syarwan Hamid dan utusan daerah di depan wartawan dan mahasiswa menyampaikan
pernyataan sebagai berikut: “Pimpinan Dewan baik ketua maupun wakil-wakil
ketua mengharapkan demi persatuan dan kesatuan bangsa agar presiden secara arif
dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri”. Keterangan pers Ketua DPR itu
disambut gembira oleh ribuan mahasiswa yang mendatangi Gedung DPR/MPR. Bahkan,
DPR/MPR sempat pula mengeluarkan ultimatum bahwa kalau sampai Jumat (22 Mei
1998) presiden tidak mundur, MPR akan melakukan rapat dengan fraksi pada hari
Senin (25 Mei 1998). Usaha terakhir Soeharto untuk mempengaruhi rakyat dengan
menyampaikan pernyataan dihadapan pers pada tanggal 19 Mei 1998 bahwa selaku
mandataris MPR, presiden akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII dengan
membentuk Komite Reformasi, untuk lebih meyakinkan rakyat diprogramkan bahwa
tugas komite ini akan segera menyelesaikan UU Pemilu; UU Kepartaian; UU Susunan
dan Kedudukan MPR, DPR, DPRD; UU Anti Monopoli; UU Anti Korupsi dan hal lainnya
yang sesuai dengan tuntutan rakyat. Akan tetapi Soeharto mulai
terpojok secara politik karena 14 Menteri sepakat tidak bersedia duduk dalam Komite Reformasi tersebut. Ke-14
Menteri tersebut adalah Akbar Tanjung, A.M. Hendropriyono, Ginandjar
Kartasasmita, Giri Suseno Hadihardjono, Haryanto Dhanutirto, Ny. Justika S.
Baharsjah, Kuntoro Mangkusubroto, Rachmadi Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan,
Subiakto Tjakrawerdaya, Sanyoto Sastrowardoyo, Sumahadi, Theo Sambuaga, dan
Tanri Abeng.
Penolakan ini melemahkan posisi
Soeharto sebagai presiden karena dukungan untuk membentuk Komite Reformasi
gagal ditambah lagi banyak desakan yang menganjurkan presiden untuk mundur.
Perasaan ditinggalkan, terpukul telah membuat Soeharto tidak punya pilihan lain
kecuali memutuskan untuk berhenti.
Pada pagi harinya, tanggal 21
Mei 1998, pukul 09.05, di Istana Merdeka yang dihadiri Menhankam atau Pangab
Wiranto, Mensesneg Saadilah Mursjid, Menteri Penerangan Alwi Dahlan, Menteri
Kehakiman Muladi dan Wapres B.J. Habibie, beserta Pimpinan Mahkamah Agung,
Ketua DPR, Sekjen DPR, dihadapan wartawan dalam dan luar negeri Presiden
Soeharto menyampaikan pidato pengunduran dirinya sebagai presiden.
Usai Presiden Soeharto
mengucapkan pidatonya Wakil Presiden B.J. Habibie langsung diangkat sumpahnya
menjadi Presiden RI ketiga dihadapan pimpinan Mahkamah Agung, peristiwa
bersejarah ini disambut dengan haru biru oleh masyarakat terutama para
mahasiswa yang berada di Gedung DPR/MPR, akhirnya Rezim Orde Baru di bawah
kekuasaan Soeharto berakhir dan Era Reformasi dimulai di bawah pemerintahan
B.J. Habibie
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, kami dapat merumuskan beberapa masalah, yaitu:
·
Bagaimana
proses pengalihan Kepala Pemerintahan dari Soeharto ke B.J. Habibie?
·
Apa
saja kebijakan-kebijakan pada masa pemerintahan B.J. Habibie di Era Reformasi?
·
Bagaimana
keadaan sosial di masa Habibie?
·
Bagaimana
berakhirnya masa pemerintahan B.J. Habibie?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:
·
Untuk
mengetahui proses pengalihan Kepala Pemerintahan dari Soeharto ke B.J. Habibie
·
Untuk
mengetahui kebijakan-kebijakan pada masa pemerintahan B.J. Habibie di Era
Reformasi
·
Untuk
mengetahui keadaan sosial di masa Habibie
·
Untuk
mengetahui berakhirnya masa pemerintahan B.J. Habibie
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Proses Pengalihan
Kepala Pemerintahan dari Soeharto ke B.J. Habibie
Berawal dari
dampak krisis ekonomi di tahun 1997 yang melanda Kawasan Asia dan berdampak
sangat luas bagi perekonomian di Indonesia. Nilai tukar rupiah yang merosot
tajam pada bulan Juli 1997.Sebagai dampaknya hampir semua perusahaan modern di
Indonesia bangkrut, yang diikuti PHK pekerja-pekerjanya, sehingga angka
pengangguran menjadi meningkat. Krisis sektor moneter, terutama melalui
penutupan beberapa bank yang mengalami kredit bermasalah dan krisis likuiditas,
sehingga perbankan nasional menjadi berantakan. Hal inilah yang memunculkan krisis kepercayaan dari investor, serta
pelarian modal ke luar negeri. Selain itu, kenaikan angka kemiskinan yang
melonjak pesat,mahalnya biaya medis.Didorong oleh kondisi yang makin parah,
pada bulan Oktober 1997 pemerintah meminta bantuan IMF (International
Monetary Fund) untuk memperkuat sektor finansial, pengetatan kebijakan
viskal dan penyesuaian struktural perbankan. Tetapi IMF-lah yang membuat
pekonomian Indonesia lebih parah selama krisis. Kebijakan-kebijakan yang dibuat
untuk mengatasi krisis yang dilakukan oleh pemerintah ternyata tidak mampu
memulihkan perekonomian sehingga muncul krisis kepercayaan.
Banyaknya
permasalahan besar memunculkan banyak tuntutan agar Presiden Soeharto turun
dari jabatan. Puncaknya tuntutan terjadi pada tanggal 12 Mei 1998 di Kampus
Trisakti yang dikenal dengan Insiden Trisakti. Situasi ini membuat Soeharto memutuskan untuk berhenti
karena desakan masyarakat yang menuntut beliau mundur sangatlah besar dan
secara politik dukungan sudah tidak ada. Pada tanggal 21 Mei 1998 di Istana Merdeka Jakarta, Presiden
Soeharto menyatakan dirinya berhenti dari jabatan Presiden RI, lewat pidatonya
dihadapan wartawan dalam dan luar negeri. Setelah
itu,Wapres B.J. Habi bie langsung diangkat sumpahnya menjadi
Presiden RI ketiga dihadapan Pimpinan Mahkamah Agung, yang disaksikan oleh
Ketua DPR dan Wakil-Wakil Ketua DPR.
Naiknya B.J.
Habibie menggantikan Soeharto sebagai Presiden RI ketiga mengundang perdebatan
hukum dan kontroversial, karena Mantan Presiden Soeharto menyerahkan secara
sepihak kekuasaan kepada Habibie. Dikalangan mahasiswa sikap atas pelantikan
Habibie sebagai presiden terbagi atas tiga kelompok, yaitu:
pertama, menolak Habibie karena merupakan produk Orde Baru;
kedua, bersikap netral karena pada saat itu tidak ada pemimpin
negara yang diterima semua kalangan sementara jabatan presiden tidak boleh
kosong;
ketiga, mahasiswa berpendapat bahwa pengalihan kekuasaan ke
Habibie adalah sah dan konstitusional.
B. Kebijakan-Kebijakan Pada Masa Pemerintahan B.J. Habibie
di Era Reformasi
Tanggal 22
Mei 1998 Habibie meningkatkan legitimasinya yaitu dengan mengumumkan susunan
kabinet baru yaitu Kabinet Reformasi
Pembangunan (berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 122 / M
Tahun 1998) di Istana Merdeka. Dengan Keputusan
Presiden tersebut, Presiden Habibie memberhentikan dengan hormat para Menteri
Negara pada Kabinet Pembangunan VII. Kabinet Reformasi Pembangunan ini terdiri
dari 36 Menteri yaitu 4 Menteri Negara dengan tugas sebagai Menteri
Koordinator, 20 Menteri Negara yang memimpin Departemen, 12 Menteri Negara yang
bertugas menangani bidang tertentu. Sebanyak 20 Menteri diantaranya adalah muka
lama dari Kabinet Pembangunan VII, dan hanya 16 Menteri baru. Kabinet ini
mencerminkan suatu sinergi dari semua unsur-unsur kekuatan bangsa yang terdiri
dari berbagai unsur kekuatan sosial politik dalam masyarakat. Jabatan Gubernur
Bank Indonesia tidak lagi dimasukkan di dalam susunan Kabinet,karena Bank
Indonesia harus mempunyai kedudukan yang khusus dalam perekonomian, bebas dari
pengaruh pemerintah dan pihak manapun berdasarkan Undang-Undang.Pada tanggal 23
Mei 1998 pagi, Presiden Habibie melantik menteri-menteri Kabinet Reformasi
Pembangunan. Presiden Habibie mengatakan bahwa Kabinet Reformasi Pembangunan
disusun untuk melaksanakan tugas pokok reformasi total terhadap kehidupan
ekonomi, politik dan hukum.
Kebijakan-kebijakan pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie
1.
Pada bidang politik
a.
Pembebasan Tahanan Politik
Tindakan pembebasan tahanan
politik meningkatkan legitimasi Habibie baik di dalam maupun di luar negeri.
Hal ini terlihat dengan diberikannya amnesti dan abolisi yang
merupakan langkah penting menuju keterbukaan dan rekonsiliasi. Diantara yang
dibebaskan tahanan politik kaum separatis dan tokoh-tokoh tua mantan PKI, yang telah ditahan lebih dari 30 tahun. Amnesti
diberikan kepada Mohammad Sanusi dan orang-orang lain yang ditahan setelah
Insiden Tanjung Priok. Selain tokoh itu tokoh aktivis petisi 50 (kelompok yang
sebagian besar terdiri dari mantan jendral yang menuduh Soeharto melanggar
perinsip Pancasila dan Dwi Fungsi ABRI). Dr Sri Bintang Pamungkas, ketua Partai
PUDI dan Dr Mochatar Pakpahan ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia dan K. H
Abdurrahman Wahid merupakan segelintir dari tokoh-tokoh yang dibebaskan
Habibie. Selain itu Habibie mencabut Undang-Undang Subversi dan menyatakan
mendukung budaya oposisi serta melakukan pendekatan kepada mereka yang selama
ini menentang Orde Baru.
b.
Kebebasan Pers
Pemerintah
memberikan kebebasan bagi pers di dalam pemberitaannya, sehingga semasa
pemerintahan Habibie ini, banyak sekali bermunculan media massa. Kebebasan pers
ini dilengkapi pula oleh kebebasan berasosiasi organisasi pers sehingga
organisasi alternatif seperti AJI (Asosiasi Jurnalis Independen) dapat
melakukan kegiatannya. Cara Habibie memberikan
kebebasan pada Pers adalah dengan mencabut SIUPP.
c.
Pembentukan Parpol dan Percepatan pemilu dari tahun 2003
ke tahun 1999
Perubahan dibidang politik diantaranya
mengeluarkan UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU No. 3 Tahun 1999
tentang Pemilu, UU No. 4 Tahun 1999 tentang MPR dan DPR.
Setelah
reformasi Pemilihan Umum dilaksanakan bahkan menjelang Pemilu 1999, Partai
Politik yang terdaftar mencapai 141 dan setelah diverifikasi oleh Tim 11 Komisi
Pemilihan Umum menjadi sebanyak 98 partai, namun yang memenuhi syarat mengikuti
Pemilu hanya 48 Parpol. Pada tanggal 7 Juni 1999, diselenggarakan Pemilihan
Umum Multipartai, yang hasilnya disahkan pada tanggal 3 Agustus 1999, 10 Partai
Politik terbesar pemenang Pemilu di DPR, adalah:
1)
Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan(PDI-P) pimpinan
Megawati meraih 153 kursi
2)
Partai Golkar pimpinan Akbar Tanjung meraih 120 kursi
3)
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pimpinan Hamzah Haz
meraih 58 Kursi
4)
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pimpinan H. Matori Abdul
Djalil meraih 51 kursi
5)
Partai Amanat Nasional (PAN) pimpinan Amein Rais meraih
34 Kursi
6)
Partai Bulan Bintang (PBB) pimpinan Yusril Ihza Mahendra
meraih 13 kursi
7)
Partai Keadilan (PK) pimpinan Nurmahmudi Ismail meraih 7
kursi
8)
Partai Damai Kasih Bangsa (PDKB) pimpinan Manase Malo
meraih 5 Kursi
9)
Partai Nahdlatur Ummat pimpinan Sjukron Ma’mun meraih 5
kursi
10)
Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) pimpinan Jendral Edi Sudradjat meraih 4 kursi.
d.
Penyelesaian Masalah Timor Timur
Habibie mengambil sikap pro
aktif dengan menawarkan dua pilihan yaitu memberikan status khusus dengan otonomi
luas atau memisahkan diri dari RI. Otonomi luas
berarti diberikan kewenangan atas berbagai bidang seperti : politik
ekonomi budaya dan lain-lain kecuali dalam hubungan luar negeri, pertahanan dan
keamanan serta moneter dan fiskal. Sedangkan memisahkan diri berarti secara
demokratis dan konstitusional serta secara terhorman dan damai lepas dari NKRI,
Habibie membebaskan tahanan politik Timor-Timur, seperti Xanana Gusmao dan
Ramos Horta.
Pada tanggal 21 April 1999 di
Dili, kelompok pro kemerdekaan dan pro intergrasi menandatangani kesepakatan
damai yang disaksikan oleh Panglima TNI Wiranto, Wakil Ketua Komnas HAM Djoko Soegianto dan Uskup Baucau Mgr. Basilio
do Nascimento. Tanggal 5 Mei 1999 di New York Menlu Ali Alatas dan Menlu
Portugal Jaime Gama disaksikan oleh Sekjen PBB Kofi Annan menandatangani
kesepakan melaksanakan penentuan pendapat di Timor-Timur untuk mengetahui sikap
rakyat Timor-Timur dalam memilih kedua opsi di atas. Tanggal 30 Agustus 1999
pelaksanaan penentuan pendapat di Timor-Timur, hasilnya diumumkan pada tanggal
4 September 1999 yang menyebutkan bahwa sekitar 78,5 % rakyat Timor-Timur
memilih merdeka. Lepasnya Timor-Timur dari NKRI berdampak pada daerah lain yang
juga ingin melepaskan diri dari NKRI seperti tuntutan dari GAM di Aceh dan OPM
di Irian Jaya, selain itu Pemerintah RI harus menanggung gelombang pengungsi
Timor-Timur yang pro Indonesia di daerah perbatasan yaitu di Atambua.
e. Pengusutan Kekayaan Soeharto dan Kroni-kroninya
Presiden Habibie dengan
Instruksi Presiden No. 30 / 1998 tanggal 2 Desember 1998 telah mengintruksikan
Jaksa Agung Baru, Andi Ghalib segera mengambil tindakan hukum memeriksa Mantan
Presiden Soeharto yang diduga telah melakukan praktik KKN. Pada tanggal 11
Oktober 1999, pejabat Jaksa Agung Ismudjoko mengeluarkan SP3, yang menyatakan
bahwa penyidikan terhadap Soeharto yang berkaitan dengan masalah dana yayasan
dihentikan. Alasannya, Kejagung
tidak menemukan cukup bukti untuk
melanjutkan penyidikan, kecuali menemukan bukti-bukti baru. Sedangkan dengan
kasus lainnya tidak ada kejelasan. Pemerintah dianggap gagal dalam melaksanakan
Tap MPR No. XI / MPR / 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, terutama mengenai pengusutan kekayaan Mantan
Presiden Soeharto, keluarga dan kroni-kroninya. Aksi demontrasi saat Sidang Istimewa MPR tanggal 10-13
Nopember 1998 mengakibatkan bentrokan antara mahasiswa dengan aparat. Parahnya
pada penutupan Sidang Istimewa MPR, Jumat (13/11/1998) malam. Penembakan
membabi-buta berlangsung sejak pukul 15.45 WIB sampai tengah malam di kawasan
Semanggi, yang jaraknya hanya satu kilometer dari tempat wakil rakyat bersidang
dengan korban lima mahasiswa tewas dan 253 mahasiswa luka-luka disebut
”Semanggi Berdarah” atau ”Tragedi Semanggi”.
f.
Pemberian Gelar
Pahlawan Reformasi bagi Korban Trisakti.
Pemberian gelar Pahlawan Reformasi pada para mahasiswa korban Trisakti yang
menuntut lengsernya Soeharto pada tanggal 12 Mei 1998 merupakan hal positif
yang dianugrahkan oleh pemerintahan Habibie, dimana penghargaan ini mampu
melegitimasi Habibie sebagai bentuk penghormatan kepada perjuangan dan
pengorbanan mahasiswa sebagai pelopor gerakan Reformasi.
2.
Pada Bidang Ekonomi
Di dalam
pemulihan ekonomi, pemerintah berhasil menekan laju inflasi dan gejolak moneter
dibanding saat awal terjadinya krisis. Namun langkah dalam kebijakan ekonomi
belum sepenuhnya menggembirakan karena dianggap tidak mempunyai kebijakan yang
kongkrit dan sistematis seperti sektor riil belum pulih. Banyak kasus
penyelewengan dana negara dan bantuan luar negeri membuat Indonesia kehilangan
momentum pemulihan ekonomi. Tanggal 21 Agustus 1998 pemerintah membekukan
operasional Bank Umum Nasional, Bank Modern, dan Bank Dagang Nasional
Indonesia. Awal tahun selanjutnya pemerintah melikuidasi 38 bank swasta, 7 bank
diambil-alih pemerintah dan 9 bank mengikuti program rekapitulasi. Selain
itu,harga beras tetap meningkat,
ditemukan penyelundupan beras keluar negeri dan penimbunan beras.
3.
Pada Bidang
Manajemen Internal ABRI
Pada masa transisi di bawah
Presiden B.J. Habibie, banyak perubahan-perubahan penting terjadi dalam tubuh
ABRI, terutama dalam tataran konsep dan organisatornya.
Pertimbangan mendasar yang
melatarbelakangi keputusan politik dan akademis reformasi internal TNI, antara
lain:
a.
Prediksi tantangan TNI ke depan di abad XXI begitu besar,
komplek dan multidimensional, atas dasar itu TNI harus segera menyesuaikan
diri.
b.
TNI senantiasa harus mau dan mampu mendengar serta
merespon aspirasi rakyat.
c. TNI mengakui secara jujur, jernih dan objektif,
sebagai komponen bangsa yang lainnya,
bahwa di masa lalu ada kekurangan dan distorsi sebagai konsekuensi logis dari
format politik Orba
Kebijakan-kebijakan ABRI
sebagai langkah perubahan politik internal, yang berlaku tanggal 1 April 1999
antara lain: pemisahan POLRI dari ABRI, perubahan Staf Sosial Politik menjadi
Staf Teritorial, likuidasi Staf Karyawan, Pengurangan Fraksi ABRI di DPR, DPRD
I/II, pemutusan hubungan organisatoris dengan partai Golkar dan mengambil jarak
yang sama dengan parpol yang ada, kometmen dan netralitas ABRI dalam Pemilu dan
perubahan Staf Sospol menjadi komsos serta pembubaran Bakorstanas dan
Bakorstanasda.
C.
Keadaan Sosial Di
Masa Habibie
Kerusuhan
antar kelompok yang sudah bermunculan sejak tahun 90-an semakin meluas dan brutal,
konflik antar kelompok sering terkait dengan agama seperti di Purworejo juni
1998 kaum muslim menyerang lima gereja, di Jember adanya perusakan terhadap
toko-toko milik cina, di Cilacap muncul kerusuhan anti cina, adanya teror ninja
bertopeng melanda Jawa Timur dari malang sampai Banyuangi. Isu santet
menghantui masyarakat kemudian di daerah-daerah yang ingin melepaskan diri
seperti Aceh dan Papua semakin keras keinginan membebaskan diri. Juli 1998 OPM
mengibarkan bendera bintang kejora sehingga mendapatkan perlawanan fisik dari
TNI.
D.
Berakhirnya Masa
Pemerintahan B.J. Habibie
Legitimasi pemerintahan B.J. Habibie sangat lemah, karena keberadaan
Habibie dianggap sebagai suatu paket warisan pemerintahan Soeharto, munculnya
beberapa kolompok menuntut pembentukan pemerintahan transisi, ia tidak dipilih
secara luber dan jurdil sebagai presiden dan merupakan satu paket pemilihan
pola musyawarah mufakat dengan Soeharto.
Pemerintah
Habibie dituduh melakukan tindakan yang bertentangan dengan kesepakatan MPR
mengenai masalah Timor-Timur, dianggap tidak berkonsultasi terlebih dahulu
dengan DPR/MPR sebelum menawarkan opsi kedua kepada masyarakat Timor-Timur.
Akhirnya tanggal 30 Agustus 1999 pelaksanaan penentuan pendapat di Timor-Timur
berlangsung aman dan dimenangkan oleh kelompok Pro Kemerdekaan yang berarti
Timor-Timur lepas dari wilayah NKRI. Selain itu,muncul tuntutan dari dunia
Internasional mengenai masalah pelanggaran HAM yang meminta pertanggungjawaban
militer Indonesia sebagai penanggungjawab keamanan pasca jajak pendapat.
Terjadi kasus di Aceh melalui Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Irian Jaya lewat
Organisasi Papua Merdeka (OPM), dengan kelompok separatisnya yang menuntut
kemerdekaan dari wilayah Republik Indonesia.
Pada tanggal
1-21 Oktober 1999, MPR mengadakan Sidang Umum yang dipimpin Ketua MPR Amien
Rais, tanggal 14 Oktober 1999 Presiden Habibie menyampaikan pidato
pertanggungjawabannya di depan sidang dan terjadi penolakan terhadap
pertanggungjawaban presiden sebagai Mandataris MPR lewat Fraksi PDI-Perjuangan,
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia dan
Fraksi Demokrasi Kasih Bangsa. Di luar Gedung DPR/MPR yang sedang bersidang,
mahasiswa dan rakyat yang anti Habibie bentrok dengan aparat keamanan. Mereka
menolak pertanggungjawaban Habibie, karena Habibie dianggap sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari Rezim Orba.
Pada tanggal
20 Oktober 1999, Ketua MPR Amien Rais menutup Rapat Paripurna dan Presiden
habibie mengundurkan diri dari pencalonan presiden. Pengunduran Habibie dalam
bursa calon presiden, memunculkan dua calon kuat sebagai presiden, yaitu
Megawati dan Abdurrahman Wahid. Gus Dur terpilih sebagai Presiden Republik
Indonesia keempat dan dilantik dengan Ketetapan MPR No. VII/MPR/1999 untuk masa
bakti 1999-2004. Tanggal 21 Oktober 1999 Megawati terpilih menjadi Wakil
Presiden RI dengan Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1999 mendampingi Presiden
Abdurrahman Wahid. Terpilihnya Abdurrahman Wahid dan Megawati sebagai Presiden
dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 1999-2004 menjadi akhir
pemerintahan Presiden Habibie dengan TAP MPR No. III/MPR/1999 tentang
Pertanggungjawaban Presiden RI B.J. Habibie.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tanggal 21 Mei 1998 di Istana Merdeka Jakarta, Presiden
Soeharto menyatakan dirinya berhenti dari jabatan Presiden RI, lewat pidatonya
dihadapan wartawan dalam dan luar negeri. Usai Presiden Soeharto mengucapkan
pidatonya, Wapres B.J. Habibie langsung diangkat sumpahnya menjadi Presiden RI
Ketiga dihadapan Pimpinan Mahkamah Agung, yang disaksikan oleh Ketua DPR dan
Wakil-Wakil Ketua DPR. Teriakan-teriakan kemenangan atas peristiwa bersejarah
itu disambut dengan haru-biru para mahasiswa di Gedung DPR/MPR.
Naiknya B.J. Habibie menggantikan Soeharto sebagai
Presiden RI ketiga mengundang perdebatan hukum dan kontroversial, karena Mantan
Presiden Soeharto menyerahkan secara sepihak kekuasaan kepada Habibie. Meskipun
demikian pada tanggal 22 Mei 1998 pukul 10.30 WIB, kesempatan pertama Habibie
untuk meningkatkan legitimasinya yaitu dengan mengumumkan susunan kabinet baru
yang diberi nama Kabinet Reformasi Pembangunan (berdasarkan Keputusan Presiden
Republik Indonesia No. 122 / M Tahun 1998) di Istana Merdeka. Dengan Keputusan
Presiden tersebut di atas, Presiden Habibie memberhentikan dengan hormat para
Menteri Negara pada Kabinet Pembangunan VII. Habibie memimpin Indonesia dengan
sedikit kepercayaan, ia memimpin Indonesia dalam keadaan jatuh.
Ada berbagai langkah-langkah kebijakan yang dilaksanakan pada masa
pemerintahan Presiden B.J. Habibie setelah terbentuknya Kabinet Reformasi
Pembangunan, antara lain: kebijakan di bidang politik, kebijakan pada bidang
ekonomi, dan kebijakan pada bidang Manajemen Internal ABRI.
Di tengah-tengah upaya pemerintahan Habibie memenuhi
tuntutan reformasi, pemerintah Habibie dituduh melakukan tindakan yang
bertentangan dengan kesepakatan MPR mengenai masalah Timor-Timur.
Pada tanggal 14 Oktober 1999 Presiden Habibie menyampaikan
pidato pertanggungjawabannya di depan Sidang Umum MPR namun terjadi penolakan
terhadap pertanggungjawaban presiden karena Pemerintahan Habibie dianggap
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rezim Orba. Kemudian pada tanggal 20
Oktober 1999, Ketua MPR Amien Rais menutup Rapat Paripurna sambil mengatakan,
”dengan demikian pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie ditolak”. Pada hari
yang sama Presiden habibie mengatakan bahwa dirinya mengundurkan diri dari
pencalonan presiden.
B.
Saran
Sebaiknya kita sebagai generasi muda janganlah cepat
mengambil tindakan yang dapat merugikan semua kalangan seperti tawuran atau
demo karena semua yang kita lakukan haruslah berdasarkan akal sehat sehingga
apa kita perbuat tidak sampai memakan korban jiwa. Dan bagi pemerintah atau
aparat janganlah cepat-cepat mengambil tindakan seperti mengeluarkan senjata
(pistol) apabila masyarakat atau mahasiswa yang melakukan demo. Sebaiknya
ajaklah mereka berunding dan mencari jalan keluar yang lebih baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Ricklefs, M.C.2005. Sejarah Indonesia Modern.
Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi.
Simanjuntak.S.H.
2003.Kabinet-Kabinet Republik Indonesia. Jakatra: PT Ikrar Mandiri Abadi
Setyohadi.tuk.
2004. Perjalan Bangsa Indonesia Dari Masa ke Masa. Bogor: Rajawali Corpuration.
Habeahan, B.P, dkk. 1999. Sidang
Istimewa dan Semanggi Berdarah. Depok: Permata AD Depok
Jasmi, Khairul. 2002. Eurico
Guterres: Melintas Badai Politik Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Kencana Syafiie, Inu, Azhari.
2005. Sistem Politik Indonesia. Bandung: PT. Refika Aditama
Mashad,
Dhurorudin. 1999. Menggugat Penguasa. Jakarta. Erlangga
Soemardjan, Selo. 1999. Kisah
Perjuangan Reformasi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Winters,
Jeffrey A. 1999. Dosa-Dosa Politik: ORDE BARU. Jakarta. Djambatan
Yulianto, Arif. 2002. Hubungan
Sipil Militer Di Indonesia Pasca Orba Di Tengah Pusaran Demokrasi. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar